Welcome to the Unordinary Writings.

These ain't just about writing...

Minggu, 18 Maret 2012

REAKTIF ATAU PROAKTIF?

    

     Salah satu sifat dasar yang dimiliki manusia adalah hasrat untuk memberikan respon terhadap sesuatu hal, khususnya apabila hal tersebut "mengenainya" entah secara sengaja maupun tidak sengaja dan bersifat negatif.

     Apa responmu andai suatu ketika seseorang berkata menyinggung perasaanmu? Mendatanginya lalu mencacinya atau bahkan memukulnya? Diam saja, sambil menahan emosi yang bergejolak di dalam hati? Menahan kejengkelan sampai pada akhirnya mengajak orang lain untuk membicarakannya di belakang  demi meluapkan kemarahan? Atau memprovokasi orang lain supaya ikut-ikutan antipati padanya, dan kamu mempunyai banyak backingan? Atau sejenak menenangkan diri? Well, begitu banyak ya ternyata respon yang bisa kita lakukan terhadap sebuah hal.


     Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ayo kita lihat sejenak tentang apa yang aku dapat setelah aku membaca sebuah buku yang benar-benar membantuku belajar tentang macam-macam situasi dalam kehidupan.


     Dari sebuah bab di buku tersebut, dikatakan demikian kurang lebih : merespon suatu hal itu ada 2 cara, yang pertama adalah reaktif, dan yang kedua adalah proaktif. Di manakah letak perbedaannya? Asumsikan bahwa reaktif adalah sebotol minuman bersoda, dan proaktif adalah sebotol air putih.
 
      Sebotol minuman bersoda, apabila mengalami goncangan, langsung muncul  buih, lalu tekanan di dalam botol membesar dan semakin besar. Dan duaaarrr...!!! Minuman soda tersebut mendorong tutup botolnya hingga terpental, lalu menyemburlah air ke segala arah, tumpah tak karuan. Bahkan walaupun goncangannya kecil, saat tutup botol langsung dibuka, buih minuman soda tersebut meluber ke mana-mana.

     Seperti itulah reaktif. Jika kita terbiasa reaktif, maka ketika kita terkena goncangan, gesekan, getaran, dan semacamnya, kita tidak akan bisa mengendalikan respon yang akan kita lakukan. Disindir, langsung balas menyindir. Disuruh orang tua, tapi karena sedang bad mood langsung teriak menolak atau bahkan membentak. Diberi nasihat/masukan, tapi karena tidak sesuai dengan yang dimaui, bukannya dipertimbangkan malah langsung marah. Gampangnya adalah, reaksi kita dikendalikan oleh orang lain. Entah itu dalam bentuk emosional atau tindakan, dan tidak jarang membawa dampak juga. Dan masih banyak contoh-contoh lain dalam kehidupan sehari-hari kita, dan aku pun pernah mengalaminya.

     Berbeda dengan sebotol air putih. Ketika dikocok sekeras apapun, terkena goncangan, air putih memang lalu berbuih, namun akhirnya buih hilang, dan kembali tenang. 

     Menjadi seperti air putih itulah yang dinamakan proaktif. Menjadi proaktif bukan lantas tidak memiliki respon lho. Jangan salah pemahaman. Tapi menjadi proaktif itu lebih ke bagaimana kita mengendalikan respon yang reaktif. Orang yang tidak memiliki respon itu adalah orang yang bodoh. Akan tetapi orang yang bisa mengendalikan respon adalah orang yang bijak. Kata-kata ini, aku terinspirasi dari sebuah pepatah entah dari mana yang ditulis oleh adikku di bukunya.

Orang yang TIDAK BISA marah adalah orang yang bodoh. Tapi orang yang TIDAK MAU marah adalah orang yang bijak.

Mencoba untuk menenangkan diri. Atau mungkin memikirkan jangka panjang dampaknya jika kita bereaksi reaktif. Baru kemudian memberikan respon. Beberapa contoh mengendalikan reaksi yang sering aku lakukan saat sedang kesal. Tidak perlu terpengaruh atau ikut-ikutan pada bagaimana biasanya cara orang lain merespon apabila suatu hal yang buruk menimpa padanya. Gampangnya adalah, kita mampu mengendalikan diri kita, reaksi kita, oleh diri kita sendiri.


     Siapa sih yang tidak akan marah apabila perasaannya disinggung? Marah itu adalah perasaan yang manusiawi kok. Yang menjadi pertanyaan adalah lalu apakah tindakan yang akan kamu lakukan selanjutnya?

     Suatu ketika, aku pernah bertengkar dengan orang tuaku karena sesuatu hal, perbedaan pendapat. Aku bahkan sempat membentak (oh, Tuhan, ampuni aku). Kami sempat tidak berbicara satu sama lain selama beberapa hari. Dalam hari-hari itu, sungguh tidak terkira penyesalanku karena tidak mampu mengendalikan diri, tidak bisa mengendalikan responku. Hingga akhirnya, aku mulai memberanikan diri mengajak bicara, dan kami sama sekali tidak pernah lagi menyinggung  perihal pertengkaran kami.

     Pernah juga, saat aku sedang beli lauk di sebuah warung makan, tiba-tiba ada ibu-ibu yang nyeletuk, "Mbak, kok jerawatan? Pake ini itu bla bla bla...". Aku cuma tersenyum dalam jengkel, bilang iya iya, tapi sama sekali tidak ada yang masuk ke otak. Sesampaiku di rumah, aku langsung mengumpat-umpat sendiri, "Ngapain juga ngurusin, wajah wajahku ini, bla bla bla..."

     Di sebuah social media pun, aku pernah benar-benar merasa sebal bahkan tersinggung dengan suatu hal yang diupdate. Dan yang semakin membuat kejengkelan menjadi-jadi adalah pengguna social media tersebut yang lain jadi merasa ikut 'terkompori' oleh tulisan itu. Lalu aku mengupdate tulisan yang menyindir. Ternyata pengguna tersebut merasa, lalu balas lagi menyindirku. Aku datangi aja di kolom komentarnya, dan terjadilah perdebatan sengit yang tak kunjung selesai. Lelah sendiri akhirnya aku memutuskan untuk sign out saja. Hahaha... :D


     Tapi setelah aku mendapat pelajaran tentang hal proaktif reaktif ini, aku mulai bisa belajar bagaimana mengendalikan diri.

Jika kamu tidak bisa mengendalikan dirimu sendiri, maka jangan salahkan siapa-siapa jika akhirnya dirimu dikendalikan oleh yang lain.

Kata-kata ini benar-benar aku ingat. Lalu jika teringat kejadian reaktif yang dulu-dulu, aku langsung menertawakan diriku sendiri dalam hati (soalnya kalau aku tertawa sendiri di luar, nanti disangka orang gila lagi. LOL). Bisa-bisanya aku marah dan bertindak kekanak-kanakan karena kata-kata orang lain yang menyinggungku, yang tidak sesuai dengan mauku. Sehingga dampaknya (yang negatif), perasaan hatiku jadi tidak enak (bad mood), hubungan menjadi renggang bahkan canggung, dan bukannya tidak mungkin, kita telah menyakiti perasaan orang lain yang bersangkutan, dan mungkin masih ada lagi yang lain. Itu artinya tidak lain adalah, emosiku dikendalikan oleh kata-kata orang/orang lain. Iya kan?


     Ini hanyalah satu dari beberapa kejadian-kejadian yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Tidak sengaja terinjak, orang tua yang pilih kasih (yang kemungkinan besar hanya perasaan kita saja), dimarahi bos, pacar mengingkari janji, orang merokok sembarangan, dan masih banyak lainnya.

     Beberapa waktu lalu, saat aku sedang di perjalanan dengan mengendarai sepeda motor, dan berhenti di lampu merah, tiba-tiba abu rokok mengenai tanganku. Ternyata bapak yang menyetir mobil box yang sedang berhenti di sebelahku itu sedang merokok. Jengkel, mana suasana panas, rasanya siap meledak. Tapi lalu terpikir, kalau aku marah-marah, tidak hanya dilihat orang-orang, tapi bisa jadi juga bapak ini malah ikut emosi walaupun bapak itu salah. Akhirnya aku menghela nafas dan memutuskan untuk menegur bapak itu dengan sopan. Ternyata bapak itu mau mengerti dan meminta maaf padaku, lalu mematikan rokoknya. Selesai. Hanya sebuah contoh kecil, bahwa bertindak proaktif itu lebih berdampak positif daripada merespon reaktif.


     Tapi berarti, proaktif itu lambat merespon dong? Mikir ini itu dulu. Mungkin ada yang bertanya-tanya seperti itu. Tidak. Bagi orang yang terbiasa proaktif, dia akan merasa bahwa proaktif itu ya respon seperti biasa, no problemo. Tapi bagi orang-orang yang terbiasa reaktif, lalu awal-awal mencoba bagaimana menjadi proaktif, pasti akan berpikir bahwa proaktif itu respon yang lambat. Sudah jelas begitu lah. Prosesnya sama seperti ketika kita sudah terbiasa menulis menggunakan tangan kanan, lalu mencoba untuk menulis dengan tangan kiri. Kagok bahasa jawanya, dan terkesan lambat. Tapi jika kita terus melatihnya, lama-lama kita pasti akan merasa terbiasa. Sama seperti menjadi proaktif, jika kita terus melatihnya, lama-lama kita akan terbiasa juga dan merasa bahwa merespon proaktif itu jadi biasa untuk kita lakukan. :)


    Meski tidak selalu bisa bertindak proaktif (remember that nobody's perfect), aku selalu dan akan berusaha dan  belajar. Setidaknya sekarang aku lebih bisa mengendalikan diriku lebih baik daripada sebelumnya. Berusaha untuk mengendalikan diriku supaya tidak terlalu mudah merespon sesuatu hal yang menjengkelkan atau menyinggung ketika sedang berkunjung di social media. Berusaha mengendalikan diriku untuk mempertimbangkan masukan orang tua atau teman-teman atau mungkin orang lain. Dan lain sebagainya.

     Mungkin aku memang bukan seorang motivator yang hebat. Tapi aku menuliskan ini dari pengalamanku , dari pelajaran yang aku dapat, dan mencoba untuk berbagi. Tentu harapanku semoga ulasan ini bisa bermanfaat bagi teman-teman pembaca. Dan tidak ada unsur paksaan juga dalam tulisanku ini. Hanya yang perlu kita ingat adalah, kita hidup pasti akan selalu mempunyai pilihan. Reaktif atau proaktif? Hanya diri sendiri yang bisa memutuskan. Itu adalah pilihan diri kita masing-masing. :)





By : Ellean "J"