Welcome to the Unordinary Writings.

These ain't just about writing...

Sabtu, 08 Desember 2012

Bodoh

Menatap malam


Dalam temaram
aku masih melihat jelas pendar wajahmu
jauh di sudut ruang yang tak pernah kau lewati


Dalam sendu
tersandar pada rasa yang nyaris membeku
Ingin bernada
namun tercekat


Aku jengah
hiruk pikuk saja tak juga mau meredam
Suaramu masih mengiang
Bergelembung sedalam palung yang tak pelak kau selami sekalipun


Dan aku mulai tak peduli
andai kudapati diri ini tengah bermimpi
terlarut dalam sepertiga malam
Atau berkabung seribu hari
di atas ayunan labu peri


Sejauh itu masih namamu



By : Ellean 'J'

Rabu, 14 November 2012

BAHASA INDONESIA VERSUS BAHASA INGGRIS




     Beberapa waktu yang lalu, ketika aku sedang membaca salah satu surat kabar, aku cukup dikejutkan dengan berita yang bunyinya tentang rencana penghapusan pelajaran Bahasa Inggris dari kurikulum SD (kurang lebih demikian).

     Bagaimana tidak mengejutkan? Memang kenapa harus ada penghapusan pelajaran Bahasa Inggris dalam kurikulum SD? Bukankah Bahasa Inggris itu merupakan bahasa internasional pertama? Berarti penting dong? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu langsung membanjiri pikiranku.

     Penasaran dengan alasan Kemendikbud akan hal ini, aku mulai membaca isinya. Ternyata alasan utamanya adalah supaya siswa-siswi bisa lebih fokus mendalami Bahasa Indonesia terlebih dahulu.

     Lalu kenapa jika, misalnya, diajarkan berdampingan dengan Bahasa Indonesia? Aku bertanya-tanya lagi dalam hati.

     Secara teknis, jika mendengar alasan demikian, yang tebersit di pikiran biasanya langsung mengarah pada nilai-nilai dan pemahaman anak-anak terhadap Bahasa Indonesia yang rendah. Mungkin. Tapi tidak hanya hal itu saja ternyata, karena tiba-tiba aku mulai teringat dengan hal-hal yang bisa saja menjadi alasan yang cukup kuat mengapa direncanakan penghapusan ini.

     Yang pertama. Tidak perlu jauh-jauh. Di kompleks tempat tinggalku, banyak sekali anak-anak seumuran SD yang sering riuh bermain setiap sore dan hari libur. Bermain sepeda, lari-larian, saling cerita, bernyanyi-nyanyi, dan sebagainya. Sementara beberapa dari ibu-ibu mereka (biasanya) menunggui sembari ngerumpi, atau ada juga yang tetap sibuk dengan kegiatan sorenya.
     Lalu aku dengar dari rumahku (namanya juga tetanggaan :D) salah seorang anak nyeletuk sebuah bahasa gaul yang sering terdengar di televisi-televisi kita (atau mungkin bisa juga mendengar dari orang-orang dewasa di sekitarnya) yang kemudian disahut oleh teman-temannya dengan bahasa yang sama pula. Atau ada juga yang menyanyikan lagu-lagu (yang pernah) booming yang penuh bahasa gaul baru (omaigat >.<). Dan aku tidak yakin mereka benar-benar mengerti artinya (lha wong aku saja kadang tidak tahu sampai akhirnya diberi tahu oleh yang tahu. :p)
     Karena aku pernah menanyai salah seorang muridku yang masih kelas I SD (salah satu anak tetangg yang juga terkadang ikut-ikutan temannya mengucapkan bahasa-bahasa gaul, namanya juga anak-anak. -.-) apa arti kata-kata yang dia bilang, dia jawab tidak tahu.
     Well, apakah masalah ini besar atau kecil menurut kalian, tapi tidakkah seharusnya masa kecil adalah masanya menanamkan basic yang benar?

     Yang kedua. Tahun ini, aku cukup banyak mengajar anak SD tingkat awal. Biasanya hanya kelas VI saja. Jadi, tidak semua kurikulum tiap tingkatan aku mengetahuinya. Suatu ketika salah seorang muridku (aku seorang guru les privat, jika ada yang tanya. u.u) bertanya tentang pelajaran Bahasa Inggris yang menurutku cukup memerlukan cara berpikir yang ekstra untuk dipelajari oleh anak SD setingkat dia. Dan ini yang penting tapi terkadang diabaikan, sementara anak-anak masih sulit mengartikan apa yang dia baca, dia masih harus memahami tenses, verb, dan lain sebagainya.

     Jadi, bagaimana dong? Bahasa Indonesia penting lho. But, so does English. :-/

     Untuk memberikan penilaian, tentu kita harus berdiri di posisi tengah, netral, sehingga kita bisa melihat sisi positif dan sisi negatifnya. Pastilah nanti ada bagian dari diri kita yang terbelah, antara setuju dan tidak setuju mengenai wacana tersebut, dengan pertimbangan pendapat-pendapat kita dan realita yang terjadi di sekitar kita.

     Menurutku, mungkin yang menjadikan nila-nilai dan pemahaman Bahasa Indonesia menurun bisa jadi memang karena mereka fokus pada Bahasa Inggris yang memerlukan pemikiran ekstra (seperti kekhawatiran Bapak Wamen Pendidikan). Padahal Bahasa Indonesia pun tidak mudah lho, entah mengenai tata bahasa, dan yang paling sering terjadi kesalahan adalah tentang memahami pokok-pokok bacaan. Atau, bisa jadi juga karena terpengaruh oleh bahasa-bahasa slang atau gaul di sekitar mereka. Sehingga yang didalami bukan kosakata dan aturan Bahasa Indonesia yang benar.

     Tapi, penghapusan pelajaran Bahasa Inggris dalam kurikulum SD (rencanaya katanya untuk kelas I - III) juga aku kurang setuju. Karena menurutku, untuk ukuran anak-anak setingkat mereka tetap memerlukan pengenalan terhadap Bahasa Inggris, supaya nantinya tidak terlalu kesulitan kosakata ketika di tingkat yang lebih tinggi dan mempelajari materi yang lebih mendalam. Ingat! Aku garis bawahi kata pengenalan. Jadi, jika hanya sejauh pengenalan, anak-anak tetap bisa lebih banyak difokuskan pada basic Bahasa Indonesia yang benar. Jadi Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia tidak mustahil untuk tetap beriringan.

     Andai memang tetap dihapus dari kurikulum dasar, (sekali lagi) menurutku, tetap diperlukan pendidikan Bahasa Inggris, entah dalam Mulok atau Ekstrakurikuler seperti halnya bahasa daerah. Jadi, pemfokusan terhadap pelajaran Bahasa Indonesia tidak terganggu. Tapi tentu saja, itupun memerlukan partisipasi kita sebagai orang tua, kakak, pembimbing, untuk membantu mereka dalam belajar.

    Overall, apapun keputusannya nanti, aku harap bisa menjadi keputusan yang bersolusi menang/menang dan tetap bisa menunjang kemajuan pendidikan di Indonesia. :)


    
    

By : Ellean "J"

Sabtu, 03 November 2012

SAJAK SEHARI (SAJAK RINDU BAGIAN II)




16 Agustus 2012

Rahasia bangku peron.
Tempat di mana rindu masih menjadi buron,
aku akan menerbangkanmu, dandelion.



7 September 2012 

Cintamu selalu menemukanku, pun di lorong gelap.
Bukankah jelas alasanku lebih merindui kunang-kunang dibanding bintang.



12 september 2012 

Kita telah menabur asa sepanjang enam penghujan.
Dan satu kecupan memekarkan sebuah jawaban kerinduan.



13 September 2012

Aku belajar menyisipkan namamu di setiap titik embun,
semenjak malam lalu melabuhkan sepasang rindu yang santun.



16 September 2012

Racikan pagi ini, hanya kurang simpul senyummu.
Lalu dalam kelakar yang syahdu,
kita sesap aroma rindu seperti hari lalu.



21 September 2012

Rinduku semalam, masih terkapar di tombol aksara.
Hingga layarku mulai terang, senyumku merekah oleh satu pesan cinta.



26 September 2012

Sekelebat kesejukan bagi perindu abadi, itu mirip hujan barusan, yang kunamai kamu.



1 Oktober 2012

Pertama, kau memperkenalkanku pada hatimu.
Sekarang, aku memperkenalkanmu pada rinduku.
Sempurna.



1 Oktober 2012

Aku telah menyalakan seribu pendar rindu malam ini.
Semoga kau mengenalinya sebagai bintang yang kau pandang.



7 Oktober 2012

Hm... Tak sedingin pagi-pagi yang lalu.
Mungkin rindu mulai melapang menikmat takdir,
atau takdir yang menyerah membiru kalbu.



10 Oktober 2012

Tirai hitam diturunkan.
Tapi peran ini akan tetap kumainkan.
Di atas panggung ambigu, aku bersandiwara tak mengenal rindu.



 16 Oktober 2012

Pada tiap jejak tertinggal, bersamanya kucampakkan rindu mengerak.
Tenanglah sayang...
Aku hanya ingin lebih lepas mencumbu pagi.



21 Oktober 2012

Fajar masih terpejam.
Tapi aku yakin, rindu punya naluri kembali pada yang memiliki.
Lewat jalanan lengang ini misalnya.



24 Oktober 2012

Cakra jingga merekah.
Sebentar lagi saja, setidaknya hingga mega berubah keemasan.
Akan kuteguk segala rindu,
sebelum leram.





By : Ellean "J"




Minggu, 05 Agustus 2012

TEARS IN HEAVEN ( by : Eric Clapton )




Intro :  A  C#m  F#m  D  E  A



A               C#m       F#m   D     A            E 
Would you know my name, if I saw you in heaven?

A           C#m   F#m   D    A               E
Would it be the same, if I saw you in heaven?

F#m   C#m      G            F#
I must be strong and carry on

Bm   C#m  D               E                 A C#m F#m D E A
'Cause I know I don't belong, here in heaven



A              C#m       F#m  D    A              E
Would you hold my hand, if I saw you in heaven?

A             C#m       F#m   D    A              E
Would you help me stand, if I saw you in heaven?

F#m      C#m     G                      F#
I'll find my way through night and day

Bm    C#m   D                E                 A C#m F#m D E A
'Cause I know I just can't stay, here in heaven



Coda :

C           G           Am             D          G   F#m  Em
Time can bring you down, time can bend your knees

C           G           Am
Time can break your heart

D               G          F#m            E
Have you begging please, begging please



Intro :  A  C#m  F#m  D  A  E
           A  C#m  F#m  D  A  E



F#m            C#m         G             F#
Beyond the door there's peace I'm sure

Bm  C#m  D                     E                A C#m F#m D E A
And I know there'll be no more tear in heaven



A               C#m       F#m   D     A            E 
Would you know my name, if I saw you in heaven?

A           C#m   F#m   D    A               E
Would it be the same, if I saw you in heaven?

F#m       C#m    G            F#
I must be strong and carry on

Bm   C#m  D                E                    A  C#m  F#m
'Cause I know I don't belong, here in heaven


         D                    E            A  C#m  F#m  D  E  A
'Cause I know I don't belong, here in heaven






Chord by : Ellean "J"

Senin, 30 Juli 2012

KESALAHAN KATA YANG TERLANJUR FAMILIAR

       



   Dalam kehidupan sehari-hari, aku banyak menemukan penggunaan kata yang tidak semestinya, namun sudah terlanjur familiar di masyarakat. Bahkan sering bermunculan juga di lirik-lirik lagu atau iklan, sehingga bisa saja menimbulkan kesalahan pemahaman bagi mereka yang melihat, membaca, ataupun mendengarnya, sedangkan mereka meyakini bahwa penggunaan kata itu sudah benar. Dengan tidak bermaksud merasa sempurna atau menggurui, aku ingin menunjukkan beberapa kata yang kurang tepat dalam penggunaannya namun sudah terbiasa digunakan dalam pembicaraan sehari-hari di masyarakat kita, beserta makna atau penulisan yang benar berdasarkan pengetahuan yang aku dapat. Selamat menyimak. :)

      Kesalahan yang paling sering aku temui adalah kata 'acuh'. Kebanyakan orang mengartikan kata 'acuh' adalah 'tidak peduli'. Entah dalam puisi-puisi yang dibuat, serangkaian kata yang menjadi kalimat indah, lirik lagu, dan sebagainya. Padahal, apabila dilihat di Kamus Besar Bahasa Indonesia, arti kata 'acuh' yang benar adalah 'peduli'. Jadi, jelaslah salah jika menggunakan kata 'acuh' tersebut untuk menggantikan kata 'tidak peduli'.

      Kemudian kata 'berpetualang'. Penulisan kata 'berpetualang' itu kurang tepat. Yang benar adalah 'bertualang'. Kok bisa? Pasti ada yang bertanya-tanya demikian.
      Dalam kaidah Bahasa Indonesia, terdapat aturan sebagai berikut, bahwa untuk prefiks 'ber-' terhadap kata dasar yang berawalan huruf 't', maka langsung ditambahkan saja. Contoh pada kata bertani, berasal dari kata dasar 'tani' yang diberi prefiks 'ber-'. Atau pada kata bertekad, berasal dari kata dasar 'tekad' yang diberi prefiks 'ber-'. Begitu juga pada kata bertualang, adalah kata dasar 'tualang' yang diberi imbuhan 'ber-'. Mungkin terdengar asing (atau dalam hal ini terlihat ya, soalnya kalian kan membaca :p), tapi memang itulah yang benar. Karena jika kita menggunakan kata berpetualang, 'berpe-' bukanlah termasuk imbuhan yang benar (coba saja diterapkan ke kata dasar lain yang serupa dengan tualang, pasti akan terdengar aneh dan tidak bermakna). Petualang juga bukan kata dasar, kan? Karena petualang adalah kata dasar 'tualang' yang mendapat imbuhan 'pe-' sehingga menjadi bentuk kata benda.

      Lalu apalagi yaaa...??? (think :D) Oh iya, penggunaan kata bergeming. Mari kita lihat KBBI (ceritanya lagi buka kamus)! Apakah arti kata geming? Ternyata artinya adalah 'tidak bergerak', diam. Padahal, tidak sedikit orang memahami bahwa kata 'tidak bergeming' adalah 'tidak bergerak', sedangkan yang benar jika kata-kata 'tidak bergeming' digunakan dalam kalimat, maka artinya menjadi tidak tidak bergerak alias ya bergerak. :D

     Pernahkah kamu mendengar pertanyaan ini di toko-toko, seringkali dilontarkan oleh pembeli kepada karyawan toko atau penjualnya,"Mbak, ada HANDBODY C*tr*?" Lalu mbak karyawannya menjawab,"Oh, ada, Bu". Tapi kemudian, apakah yang diberikan karyawan itu sesuai dengan yang diminta si pembeli? Tidak. Yang diberikan adalah lotion. Dan anehnya, si pembeli juga tidak protes. :D
     Jelaslah bahwa arti 'handbody' adalah 'tangan dan tubuh', tapi dalam khalayak ramai, aku masih sering mendengar kata-kata itu diucapkan oleh orang yang ingin membeli 'lotion'. Jadi, kata 'handbody' telah bergeser maknanya menjadi 'lotion', dan terlanjur familiar digunakan padahal tidak tepat.
     Aku mulai menyadari hal ini waktu diberitahu guru bahasa Inggris-ku waktu masih duduk di kelas 1 SMP. (Haha... Sama saja ternyata :P) Tapi sejak saat itu aku mulai membiasakan untuk mengucapkan kata lotion saat akan membeli lotion, dan bukan handbody.

     Kesalahan kata juga aku temukan pada kata 'merubah'. 'Merubah' itu salah lho, yang benar adalah 'mengubah'. Let me explain. Dalam aturan Bahasa Indonesia, untuk prefiks 'me-' apabila diikuti dengan kata dasar yang diawali huruf vokal (a,i,u,e,o), maka ia menjadi 'meng-' bukan 'mer-'. Jadi yang benar itu mengubah, dari kata dasar ubah diberi prefiks 'me-'. Contoh lain, mengusik, dari kata dasar usik mendapat prefiks 'me-', atau mengambil, dari kata dasar ambil mendapat prefiks 'me-'. Coba saja kalau kita menggunakan 'mer-', masa iya jadinya merusik? Atau merambil? Hellowww... ;)
     Jangan pernah berpikir untuk mengubah dunia kalau faktanya kamu masih menggunakan kata 'merubah'. :D

     Pasti kalian pernah juga mendengar kalimat berikut dari para cewek, "Duuuh, sakit perut nih, lagi PMS." Apa sih kepanjangan PMS? Pre Menstrual Syndrome. Apa sih arti kata 'pre'? 'Pre' itu artinya sebelum. Jadi PMS itu artinya sindrom SEBELUM menstruasi. Jadi benarkah kalau nyeri haid kita katakan PMS? Jelas salah! Nyeri haid itu bukan PMS kawan-kawan cantik, karena dia dialami pada saat haid kan. :) PMS itu adalah gejala-gejala sebelum haid, misalnya, nafsu makan meningkat, atau menjadi lebih mudah emosi, badan pegal-pegal, nyeri dada, dan lain-lain, itulah yang dinamakan PMS. Jadi ketika nyeri haid, ya katakan saja nyeri haid, atau dysmenorrhea, tapi tidak perlu diikuti kata-kata 'lagi PMS' karena itu jelas keliru. Waduh, jadi biologis dikit. Gapapa yah. :D

.      Naaah... Baru ingat. Dalam pidato juga sering sekali terjadi kesalahan. Misalnya saja pada kata 'pertama-tama'. Pertama itu bukan kata dasar 'tama' yang mendapat prefiks 'per-' lho. Kata 'pertama' itu memang dari awal sudah demikian. Jadi kata 'pertama-tama' itu tidak tepat.
     Kemudian kalimat '...waktu dan tempat kami persilakan'. Hmm? o.Oa Yang mau dipersilakan berbicara itu, pembicara atau waktu dan tempat? Kalau misalnya Pak Lurah, ya sudah, 'Kepada Bapak Lurah kami persilakan'. Tidak perlu tengahnya diberi 'waktu dan tempat' karena maknanya akan menjadi berbeda.
     Lalu ada lagi. Ini bisa dalam surat atau pidato juga, 'Kepada Bapak/Ibu Kepala Sekolah SMA...'. Jadi itu artinya begini ya, Kepada Bapak/Ibu Kepala SEKOLAH SEKOLAH Menengah Atas... :D Cukuplah begini, Bapak/Ibu Kepala SMA/SMP/SD, itu sudah benar.

     Setiap tanggal 17 Agustus kita memperingati hari kemerdekaan Indonesia. 'Dirgahayu Republik Indonesia ke-67'. Benarkah kalimat tersebut? Ada dua kesalahan dalam satu penempatan. Dan kesalahan terletak pada 'ke-67'. Yang pertma, arti kata dirgahayu adalah panjang umur. Jadi kalau mau menggunakan kata dirgahayu, yang benar adalah 'Dirgahayu Republik Indonesia'. Sudah, begitu saja.
     Lalu kesalahan kedua, jika menggunakan kalimat di atas tadi, Republik Indonesia ke-67, berarti ada Republik Indonesia ke-1, ke-2, ke-3, sampai ke-67 dong. Banyak juga ya Republik Indonesia ternyata. Haha... Jika ingin menggunakan 'ke-67', yang sekiranya benar sebagai berikut, 'Selamat Memperingati Kemerdekaan Indonesia 67 Tahun.' Ya kita pasti bisa lah memperkirakannya sendiri mana yang sekiranya kalimat yang benar, dan mana yang kurang tepat. :)

      Well, untuk sementara, ini dulu yang aku share. Nanti jika ada tambahan lagi (jika aku mendengar atau membaca dan menemukan), akan aku share/update. Atau misalnya dari kawan-kawan ada yang mau menambahkan, bisa juga di kolom komentar. Barangkali aku lupa. Anyway, memang sih, kelihatannya kesalahan-kesalahan ini sepele, tapi tidak ada salahnya kan mencoba membiasakan diri untuk mengucapkan sesuatu dengan benar. Mungkin nanti pemahaman makna dan penggunaan kata yang salah ini, perlahan-lahan bisa kembali pada arti yang benar. ;)
     Let's start from ourself.




By : Ellean "J"

Kamis, 05 Juli 2012

SAJAK SEHARI (SAJAK RINDU BAGIAN I)




10 April 2012

Ya, tinta biru!
Mungkin cukup untuk menyembunyikanku dari sembilu rindu
Sekedar ingin tau akankah kau begitu saja berlalu, atau bergegas meraihku


11 April 2012

Budak waktu, itulah aku
Hanya bisa terpaku pada belenggu rindu
Yang menanti tergilas hingga menjadi debu


16 April 2012

Lekat seperti karat
Serat seperti penat
Begitulah rasanya rindu tersirat, namun tak payah tergurat


17 April 2012

Mengadu kalbu, bukan pada sendu, tak jua pada ragu
Ah, biarlah ia memagut waktu, hingga melebur jadi sebentuk rindu


25 April 2012

Aku tak ingat kapan terakhir kali aku menyangkal sunyi, melukis ilusi
Yg pasti, aku begitu rindu aroma ini
Hh... Hujan, jangan dulu berhenti


30 April 2012

Secangkir kopi, tak ubahnya selaksa kubangan getir
Menggantung rindu tak bertepi
Menyesap hingga penantian berakhir


5 Mei 2012

Hey, kau, durja yg terpantul di cermin sendu, berhentilah menatapku dgn mata sayumu
Jangan jerat aku pada rindu tak bertalu


8 Juni 2012

Tak perlu menjejakku dalam kelabu
Sebab akulah sendu itu
Semenjak rindu lesap bersama debu


9 Juni 2012

Kita saling rindu
Seperti kerikil dan riak, seperti camar dan senja
Kita saling tak acuh
Seperti daun dan angin, seperti kaca dan hujan.


23 Juni 2012

Bahkan aku masih setia merindui mentari
setelah kebekuan semalam hampir membuatku mati
Begitulah caraku menikmati luka perih
tanpa rintih


9 Juli 2012
Kelabu tak akan pernah menjadi biru
selama rindu hanya bergeming di sudut kalbu
Akankah kau biarkan ia mengelu?


12 Juli 2012

Jika ia hanya sebatas datang dan ditinggalkan
lalu kemanakah ketulusan ini harus bermuara, Tuan?


By : Ellean "J"

Minggu, 18 Maret 2012

REAKTIF ATAU PROAKTIF?

    

     Salah satu sifat dasar yang dimiliki manusia adalah hasrat untuk memberikan respon terhadap sesuatu hal, khususnya apabila hal tersebut "mengenainya" entah secara sengaja maupun tidak sengaja dan bersifat negatif.

     Apa responmu andai suatu ketika seseorang berkata menyinggung perasaanmu? Mendatanginya lalu mencacinya atau bahkan memukulnya? Diam saja, sambil menahan emosi yang bergejolak di dalam hati? Menahan kejengkelan sampai pada akhirnya mengajak orang lain untuk membicarakannya di belakang  demi meluapkan kemarahan? Atau memprovokasi orang lain supaya ikut-ikutan antipati padanya, dan kamu mempunyai banyak backingan? Atau sejenak menenangkan diri? Well, begitu banyak ya ternyata respon yang bisa kita lakukan terhadap sebuah hal.


     Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ayo kita lihat sejenak tentang apa yang aku dapat setelah aku membaca sebuah buku yang benar-benar membantuku belajar tentang macam-macam situasi dalam kehidupan.


     Dari sebuah bab di buku tersebut, dikatakan demikian kurang lebih : merespon suatu hal itu ada 2 cara, yang pertama adalah reaktif, dan yang kedua adalah proaktif. Di manakah letak perbedaannya? Asumsikan bahwa reaktif adalah sebotol minuman bersoda, dan proaktif adalah sebotol air putih.
 
      Sebotol minuman bersoda, apabila mengalami goncangan, langsung muncul  buih, lalu tekanan di dalam botol membesar dan semakin besar. Dan duaaarrr...!!! Minuman soda tersebut mendorong tutup botolnya hingga terpental, lalu menyemburlah air ke segala arah, tumpah tak karuan. Bahkan walaupun goncangannya kecil, saat tutup botol langsung dibuka, buih minuman soda tersebut meluber ke mana-mana.

     Seperti itulah reaktif. Jika kita terbiasa reaktif, maka ketika kita terkena goncangan, gesekan, getaran, dan semacamnya, kita tidak akan bisa mengendalikan respon yang akan kita lakukan. Disindir, langsung balas menyindir. Disuruh orang tua, tapi karena sedang bad mood langsung teriak menolak atau bahkan membentak. Diberi nasihat/masukan, tapi karena tidak sesuai dengan yang dimaui, bukannya dipertimbangkan malah langsung marah. Gampangnya adalah, reaksi kita dikendalikan oleh orang lain. Entah itu dalam bentuk emosional atau tindakan, dan tidak jarang membawa dampak juga. Dan masih banyak contoh-contoh lain dalam kehidupan sehari-hari kita, dan aku pun pernah mengalaminya.

     Berbeda dengan sebotol air putih. Ketika dikocok sekeras apapun, terkena goncangan, air putih memang lalu berbuih, namun akhirnya buih hilang, dan kembali tenang. 

     Menjadi seperti air putih itulah yang dinamakan proaktif. Menjadi proaktif bukan lantas tidak memiliki respon lho. Jangan salah pemahaman. Tapi menjadi proaktif itu lebih ke bagaimana kita mengendalikan respon yang reaktif. Orang yang tidak memiliki respon itu adalah orang yang bodoh. Akan tetapi orang yang bisa mengendalikan respon adalah orang yang bijak. Kata-kata ini, aku terinspirasi dari sebuah pepatah entah dari mana yang ditulis oleh adikku di bukunya.

Orang yang TIDAK BISA marah adalah orang yang bodoh. Tapi orang yang TIDAK MAU marah adalah orang yang bijak.

Mencoba untuk menenangkan diri. Atau mungkin memikirkan jangka panjang dampaknya jika kita bereaksi reaktif. Baru kemudian memberikan respon. Beberapa contoh mengendalikan reaksi yang sering aku lakukan saat sedang kesal. Tidak perlu terpengaruh atau ikut-ikutan pada bagaimana biasanya cara orang lain merespon apabila suatu hal yang buruk menimpa padanya. Gampangnya adalah, kita mampu mengendalikan diri kita, reaksi kita, oleh diri kita sendiri.


     Siapa sih yang tidak akan marah apabila perasaannya disinggung? Marah itu adalah perasaan yang manusiawi kok. Yang menjadi pertanyaan adalah lalu apakah tindakan yang akan kamu lakukan selanjutnya?

     Suatu ketika, aku pernah bertengkar dengan orang tuaku karena sesuatu hal, perbedaan pendapat. Aku bahkan sempat membentak (oh, Tuhan, ampuni aku). Kami sempat tidak berbicara satu sama lain selama beberapa hari. Dalam hari-hari itu, sungguh tidak terkira penyesalanku karena tidak mampu mengendalikan diri, tidak bisa mengendalikan responku. Hingga akhirnya, aku mulai memberanikan diri mengajak bicara, dan kami sama sekali tidak pernah lagi menyinggung  perihal pertengkaran kami.

     Pernah juga, saat aku sedang beli lauk di sebuah warung makan, tiba-tiba ada ibu-ibu yang nyeletuk, "Mbak, kok jerawatan? Pake ini itu bla bla bla...". Aku cuma tersenyum dalam jengkel, bilang iya iya, tapi sama sekali tidak ada yang masuk ke otak. Sesampaiku di rumah, aku langsung mengumpat-umpat sendiri, "Ngapain juga ngurusin, wajah wajahku ini, bla bla bla..."

     Di sebuah social media pun, aku pernah benar-benar merasa sebal bahkan tersinggung dengan suatu hal yang diupdate. Dan yang semakin membuat kejengkelan menjadi-jadi adalah pengguna social media tersebut yang lain jadi merasa ikut 'terkompori' oleh tulisan itu. Lalu aku mengupdate tulisan yang menyindir. Ternyata pengguna tersebut merasa, lalu balas lagi menyindirku. Aku datangi aja di kolom komentarnya, dan terjadilah perdebatan sengit yang tak kunjung selesai. Lelah sendiri akhirnya aku memutuskan untuk sign out saja. Hahaha... :D


     Tapi setelah aku mendapat pelajaran tentang hal proaktif reaktif ini, aku mulai bisa belajar bagaimana mengendalikan diri.

Jika kamu tidak bisa mengendalikan dirimu sendiri, maka jangan salahkan siapa-siapa jika akhirnya dirimu dikendalikan oleh yang lain.

Kata-kata ini benar-benar aku ingat. Lalu jika teringat kejadian reaktif yang dulu-dulu, aku langsung menertawakan diriku sendiri dalam hati (soalnya kalau aku tertawa sendiri di luar, nanti disangka orang gila lagi. LOL). Bisa-bisanya aku marah dan bertindak kekanak-kanakan karena kata-kata orang lain yang menyinggungku, yang tidak sesuai dengan mauku. Sehingga dampaknya (yang negatif), perasaan hatiku jadi tidak enak (bad mood), hubungan menjadi renggang bahkan canggung, dan bukannya tidak mungkin, kita telah menyakiti perasaan orang lain yang bersangkutan, dan mungkin masih ada lagi yang lain. Itu artinya tidak lain adalah, emosiku dikendalikan oleh kata-kata orang/orang lain. Iya kan?


     Ini hanyalah satu dari beberapa kejadian-kejadian yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Tidak sengaja terinjak, orang tua yang pilih kasih (yang kemungkinan besar hanya perasaan kita saja), dimarahi bos, pacar mengingkari janji, orang merokok sembarangan, dan masih banyak lainnya.

     Beberapa waktu lalu, saat aku sedang di perjalanan dengan mengendarai sepeda motor, dan berhenti di lampu merah, tiba-tiba abu rokok mengenai tanganku. Ternyata bapak yang menyetir mobil box yang sedang berhenti di sebelahku itu sedang merokok. Jengkel, mana suasana panas, rasanya siap meledak. Tapi lalu terpikir, kalau aku marah-marah, tidak hanya dilihat orang-orang, tapi bisa jadi juga bapak ini malah ikut emosi walaupun bapak itu salah. Akhirnya aku menghela nafas dan memutuskan untuk menegur bapak itu dengan sopan. Ternyata bapak itu mau mengerti dan meminta maaf padaku, lalu mematikan rokoknya. Selesai. Hanya sebuah contoh kecil, bahwa bertindak proaktif itu lebih berdampak positif daripada merespon reaktif.


     Tapi berarti, proaktif itu lambat merespon dong? Mikir ini itu dulu. Mungkin ada yang bertanya-tanya seperti itu. Tidak. Bagi orang yang terbiasa proaktif, dia akan merasa bahwa proaktif itu ya respon seperti biasa, no problemo. Tapi bagi orang-orang yang terbiasa reaktif, lalu awal-awal mencoba bagaimana menjadi proaktif, pasti akan berpikir bahwa proaktif itu respon yang lambat. Sudah jelas begitu lah. Prosesnya sama seperti ketika kita sudah terbiasa menulis menggunakan tangan kanan, lalu mencoba untuk menulis dengan tangan kiri. Kagok bahasa jawanya, dan terkesan lambat. Tapi jika kita terus melatihnya, lama-lama kita pasti akan merasa terbiasa. Sama seperti menjadi proaktif, jika kita terus melatihnya, lama-lama kita akan terbiasa juga dan merasa bahwa merespon proaktif itu jadi biasa untuk kita lakukan. :)


    Meski tidak selalu bisa bertindak proaktif (remember that nobody's perfect), aku selalu dan akan berusaha dan  belajar. Setidaknya sekarang aku lebih bisa mengendalikan diriku lebih baik daripada sebelumnya. Berusaha untuk mengendalikan diriku supaya tidak terlalu mudah merespon sesuatu hal yang menjengkelkan atau menyinggung ketika sedang berkunjung di social media. Berusaha mengendalikan diriku untuk mempertimbangkan masukan orang tua atau teman-teman atau mungkin orang lain. Dan lain sebagainya.

     Mungkin aku memang bukan seorang motivator yang hebat. Tapi aku menuliskan ini dari pengalamanku , dari pelajaran yang aku dapat, dan mencoba untuk berbagi. Tentu harapanku semoga ulasan ini bisa bermanfaat bagi teman-teman pembaca. Dan tidak ada unsur paksaan juga dalam tulisanku ini. Hanya yang perlu kita ingat adalah, kita hidup pasti akan selalu mempunyai pilihan. Reaktif atau proaktif? Hanya diri sendiri yang bisa memutuskan. Itu adalah pilihan diri kita masing-masing. :)





By : Ellean "J"
    

Minggu, 19 Februari 2012

RIGHT HERE WAITING ( By : Richard Marx)

Intro : C   G   Am   F   G
          C   G   Am   F   G   Am

  
C               F                  Dm           G
Oceans apart day after day and I slowly go insane

C                 F              Dm             G
I hear your voice on the line but it doesn't stop the pain



Bridge I :

Am              F
If I see you next to never

Am                G
How can we say forever



Chorus :

C                    G                         Am
Wherever you go, whatever you do

               F             G
I will be right here waiting for you

C                  G                                 Am
Whatever it takes or how my heart breaks

               F              G
I will be right here waiting for you



C                F                   Dm              G
I took for granted all the times that I thought would last somehow

C                F                          Dm            G
I hear the laughter, I taste the tears, but I can't get near you now



Bridge II :

Am                 F
Oh, can't you see it baby

Am                   G
You've got me going crazy



Back to Chorus



Coda :

F               C                   F                 C
I wonder how we can survive this romance

F               C                  F                        G
But in the end if I'm with you, I'll take the chance



Intro : C   G   Am   F   G
          C   G   Am   F   G   Am



Back to Bridge II , Chorus



Intro : C   G   Am   F   G
          C   G   Am   F   G   C




Chord by : Ellean "J"


Selasa, 10 Januari 2012

Botol Bekas

     This is my new label. Small outside, big inside. Mengapa aku mengambil nama label seperti itu? Karena aku baru menyadari bahwa begitu banyak hal yang sering terjadi atau dilakukan dan terlihat enteng dan sederhana di luar, namun membawa makna yang begitu dalam di hati. Seperti hal yang akan aku ceritakan berikut.



     Pagi tadi, pada hari yang sama aku menulis cerita ini, sepulang dari mengantar kue ke toko-toko (untuk dititipkan), papa menyuruhku dan mbakku membuang sampah di rumah yang sudah menumpuk ke tempat pembuangan sampah. Agak malas sih sebenarnya, soalnya pagi-pagi habis subuh kan masih agak dingin. Tapi akhirnya aku laksanakan juga. Hehehe... Dan karena letaknya agak jauh dari rumah jadi kami harus mengendarai motor.
     "Anjar, sana ikut Mbak Sri buang sampah, sekalian botol-botol bekas yang sudah sekarung itu. Ndak bisa kalau Mbak Sri sendiri," kata Papa.
    "Botol-botolnya ndak dijual aja, Pa, ke tukang rongsok. Kan lumayan nanti dapet duit walaupun cuma sedikit, bisa buat jajan-jajan,"celetukku.
     "Sudah, ndak usah," jawab Papa, "Nanti kalau di sana ada ibu-ibu pakai topi, orangnya kurus, bawa karung, langsung kasih ke dia aja," lanjutnya.
     "Yowes, yowes," jawabku singkat.

     Akhirnya aku dan mbakku berangkat. Kami membawa satu kresek besar sampah, dan satu karung botol-botol bekas. Beberapa menit kemudian kami sampai ke tempat pembuangan sampah yang dituju. Di sana terlihat ada seorang bapak-bapak berpakaian dinas kebersihan yang sedang mengelompokkan dan memasukkan sampah ke bak sampah besar, dan seorang ibu-ibu (mungkin sekitar 30-40anlah umurnya) dengan ciri-ciri seperti yang disebutkan papa, kurus, membawa karung, bertopi, dan pakaiannya agak lusuh sedang memilah-milah sampah.
     "Ibu itu ya, Mbak, yang dimaksud Papa?" tanyaku.
     "Iya, dikasih ke ibu itu," jawab mbakku.
Segera setelah kami berhenti, aku turun dari motor membawa karung botol-botol tersebut, lalu menuju ke ibu itu. Ibu itu melihatku, jadi aku langsung saja memberikan karung botol-botol yang kubawa kepadanya.
     "Ini, Bu," kataku sambil menyerahkan karung itu.
Ibu itu tampak agak kaget sejenak, kemudian langsung mengulaskan senyum lebar dan berkata,
     "Oh, iya, Dik, terima kasih banyak ya."
     "Sama-sama, Bu," jawabku. Dan pada saat inilah aku menyadari sesuatu.
Aku berbalik sebentar untuk mengambil sampah yang satu lagi, dan pada saat aku hendak mengambil kresek sampah yang besar itu untuk dimasukkan ke bak sampah, ibu itu langsung mengulurkan tangannya, mengambil lalu mengangkat kresek sampah itu sambil berkata,
     "Sini, Dik, biar saya aja, nanti adik kotor kena becek."
     "Oh, makasih banyak, Bu," kataku sambil tersenyum.
Sebenarnya aku tidak mau merepotkan ibu itu karena sampah yang kami bawa lumayan berat, tapi sudah keburu diambil olehnya, jadi aku hanya bisa mengucapkan terima kasih.

     Lalu saat akan berangkat kembali ke rumah dari tempat itu, ibu itu berkata lagi sambil tersenyum,
"Hati-hati, Dik."
"Ya, Bu, makasih," jawabku dengan membalas senyumnya.
Dan akhirnya kami sampai ke rumah.



     Dari pengalaman ini, hal yang begitu membuatku tersentuh adalah ketika ibu itu tersenyum lebar saat menerima sekarung botol bekas dariku itu. Mungkin jika kami menjual sekarung botol-botol bekas itu ke tukang rongsok, kami akan mendapatkan sejumlah uang (walaupun sedikit) dan bisa untuk dibelanjakan, snack mungkin. Tapi saat aku memberikannya kepada ibu itu, astaga, aku baru sadar, begitu bernilainya barang-barang yang menurut kita kecil bahkan tidak ada harganya itu, namun membawa begitu besar kebahagiaan bagi orang lain, seperti sedang menerima sebuah hadiah. Sampai-sampai ibu itu tidak cukup menunjukkan rasa terima kasihnya hanya dengan kata-kata, tapi juga membantuku membuangkan sampah supaya aku tidak kotor terkena genangan air yang becek di situ. Kesenangan yang akan aku dapatkan dengan bisa membeli snack, tidak ada apa-apanya dibandingkan kelegaan yang kudapatkan saat melihat ibu itu tersenyum bahagia dari hal kecil yang kulakukan padanya.

     Aku disadarkan, dan merasa mampu tersenyum lebar hanya karena hal kecil tersebut. Aku langsung teringat sebuah kutipan dari buku yang aku baca sebagai berikut :

 Untuk melakukan hal-hal yang besar, kita bisa memulainya dengan melaksanakan hal-hal kecil di sekitar kita.

Atau seperti kata-kata Maren Mouritse berikut :

Kebanyakan dari kita tidak akan pernah melakukan hal-hal besar. Namun kita bisa melakukan hal-hal kecil dengan cara yang besar.

That's absolutely right. Kamu tidak akan pernah tau, bahwa kebaikan kecilmu terhadap orang lain, akan mendatangkan kebahagiaan besar dalam hidupnya, sampai kamu mengalaminya sendiri. Small outside, big inside. :)




By : Ellean "J"