Beberapa waktu yang lalu, ketika aku sedang membaca salah satu surat kabar, aku cukup dikejutkan dengan berita yang bunyinya tentang rencana penghapusan pelajaran Bahasa Inggris dari kurikulum SD (kurang lebih demikian).
Bagaimana tidak mengejutkan? Memang kenapa harus ada penghapusan pelajaran Bahasa Inggris dalam kurikulum SD? Bukankah Bahasa Inggris itu merupakan bahasa internasional pertama? Berarti penting dong? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu langsung membanjiri pikiranku.
Penasaran dengan alasan Kemendikbud akan hal ini, aku mulai membaca isinya. Ternyata alasan utamanya adalah supaya siswa-siswi bisa lebih fokus mendalami Bahasa Indonesia terlebih dahulu.
Lalu kenapa jika, misalnya, diajarkan berdampingan dengan Bahasa Indonesia? Aku bertanya-tanya lagi dalam hati.
Secara teknis, jika mendengar alasan demikian, yang tebersit di pikiran biasanya langsung mengarah pada nilai-nilai dan pemahaman anak-anak terhadap Bahasa Indonesia yang rendah. Mungkin. Tapi tidak hanya hal itu saja ternyata, karena tiba-tiba aku mulai teringat dengan hal-hal yang bisa saja menjadi alasan yang cukup kuat mengapa direncanakan penghapusan ini.
Yang pertama. Tidak perlu jauh-jauh. Di kompleks tempat tinggalku, banyak sekali anak-anak seumuran SD yang sering riuh bermain setiap sore dan hari libur. Bermain sepeda, lari-larian, saling cerita, bernyanyi-nyanyi, dan sebagainya. Sementara beberapa dari ibu-ibu mereka (biasanya) menunggui sembari ngerumpi, atau ada juga yang tetap sibuk dengan kegiatan sorenya.
Lalu aku dengar dari rumahku (namanya juga tetanggaan :D) salah seorang anak nyeletuk sebuah bahasa gaul yang sering terdengar di televisi-televisi kita (atau mungkin bisa juga mendengar dari orang-orang dewasa di sekitarnya) yang kemudian disahut oleh teman-temannya dengan bahasa yang sama pula. Atau ada juga yang menyanyikan lagu-lagu (yang pernah) booming yang penuh bahasa gaul baru (omaigat >.<). Dan aku tidak yakin mereka benar-benar mengerti artinya (lha wong aku saja kadang tidak tahu sampai akhirnya diberi tahu oleh yang tahu. :p)
Karena aku pernah menanyai salah seorang muridku yang masih kelas I SD (salah satu anak tetangg yang juga terkadang ikut-ikutan temannya mengucapkan bahasa-bahasa gaul, namanya juga anak-anak. -.-) apa arti kata-kata yang dia bilang, dia jawab tidak tahu.
Well, apakah masalah ini besar atau kecil menurut kalian, tapi tidakkah seharusnya masa kecil adalah masanya menanamkan basic yang benar?
Lalu kenapa jika, misalnya, diajarkan berdampingan dengan Bahasa Indonesia? Aku bertanya-tanya lagi dalam hati.
Secara teknis, jika mendengar alasan demikian, yang tebersit di pikiran biasanya langsung mengarah pada nilai-nilai dan pemahaman anak-anak terhadap Bahasa Indonesia yang rendah. Mungkin. Tapi tidak hanya hal itu saja ternyata, karena tiba-tiba aku mulai teringat dengan hal-hal yang bisa saja menjadi alasan yang cukup kuat mengapa direncanakan penghapusan ini.
Yang pertama. Tidak perlu jauh-jauh. Di kompleks tempat tinggalku, banyak sekali anak-anak seumuran SD yang sering riuh bermain setiap sore dan hari libur. Bermain sepeda, lari-larian, saling cerita, bernyanyi-nyanyi, dan sebagainya. Sementara beberapa dari ibu-ibu mereka (biasanya) menunggui sembari ngerumpi, atau ada juga yang tetap sibuk dengan kegiatan sorenya.
Lalu aku dengar dari rumahku (namanya juga tetanggaan :D) salah seorang anak nyeletuk sebuah bahasa gaul yang sering terdengar di televisi-televisi kita (atau mungkin bisa juga mendengar dari orang-orang dewasa di sekitarnya) yang kemudian disahut oleh teman-temannya dengan bahasa yang sama pula. Atau ada juga yang menyanyikan lagu-lagu (yang pernah) booming yang penuh bahasa gaul baru (omaigat >.<). Dan aku tidak yakin mereka benar-benar mengerti artinya (lha wong aku saja kadang tidak tahu sampai akhirnya diberi tahu oleh yang tahu. :p)
Karena aku pernah menanyai salah seorang muridku yang masih kelas I SD (salah satu anak tetangg yang juga terkadang ikut-ikutan temannya mengucapkan bahasa-bahasa gaul, namanya juga anak-anak. -.-) apa arti kata-kata yang dia bilang, dia jawab tidak tahu.
Well, apakah masalah ini besar atau kecil menurut kalian, tapi tidakkah seharusnya masa kecil adalah masanya menanamkan basic yang benar?
Yang kedua. Tahun ini, aku cukup banyak mengajar anak SD tingkat awal. Biasanya hanya kelas VI saja. Jadi, tidak semua kurikulum tiap tingkatan aku mengetahuinya. Suatu ketika salah seorang muridku (aku seorang guru les privat, jika ada yang tanya. u.u) bertanya tentang pelajaran Bahasa Inggris yang menurutku cukup memerlukan cara berpikir yang ekstra untuk dipelajari oleh anak SD setingkat dia. Dan ini yang penting tapi terkadang diabaikan, sementara anak-anak masih sulit mengartikan apa yang dia baca, dia masih harus memahami tenses, verb, dan lain sebagainya.
Jadi, bagaimana dong? Bahasa Indonesia penting lho. But, so does English. :-/
Untuk memberikan penilaian, tentu kita harus berdiri di posisi tengah, netral, sehingga kita bisa melihat sisi positif dan sisi negatifnya. Pastilah nanti ada bagian dari diri kita yang terbelah, antara setuju dan tidak setuju mengenai wacana tersebut, dengan pertimbangan pendapat-pendapat kita dan realita yang terjadi di sekitar kita.
Menurutku, mungkin yang menjadikan nila-nilai dan pemahaman Bahasa Indonesia menurun bisa jadi memang karena mereka fokus pada Bahasa Inggris yang memerlukan pemikiran ekstra (seperti kekhawatiran Bapak Wamen Pendidikan). Padahal Bahasa Indonesia pun tidak mudah lho, entah mengenai tata bahasa, dan yang paling sering terjadi kesalahan adalah tentang memahami pokok-pokok bacaan. Atau, bisa jadi juga karena terpengaruh oleh bahasa-bahasa slang atau gaul di sekitar mereka. Sehingga yang didalami bukan kosakata dan aturan Bahasa Indonesia yang benar.
Tapi, penghapusan pelajaran Bahasa Inggris dalam kurikulum SD (rencanaya katanya untuk kelas I - III) juga aku kurang setuju. Karena menurutku, untuk ukuran anak-anak setingkat mereka tetap memerlukan pengenalan terhadap Bahasa Inggris, supaya nantinya tidak terlalu kesulitan kosakata ketika di tingkat yang lebih tinggi dan mempelajari materi yang lebih mendalam. Ingat! Aku garis bawahi kata pengenalan. Jadi, jika hanya sejauh pengenalan, anak-anak tetap bisa lebih banyak difokuskan pada basic Bahasa Indonesia yang benar. Jadi Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia tidak mustahil untuk tetap beriringan.
Andai memang tetap dihapus dari kurikulum dasar, (sekali lagi) menurutku, tetap diperlukan pendidikan Bahasa Inggris, entah dalam Mulok atau Ekstrakurikuler seperti halnya bahasa daerah. Jadi, pemfokusan terhadap pelajaran Bahasa Indonesia tidak terganggu. Tapi tentu saja, itupun memerlukan partisipasi kita sebagai orang tua, kakak, pembimbing, untuk membantu mereka dalam belajar.
Overall, apapun keputusannya nanti, aku harap bisa menjadi keputusan yang bersolusi menang/menang dan tetap bisa menunjang kemajuan pendidikan di Indonesia. :)
Jadi, bagaimana dong? Bahasa Indonesia penting lho. But, so does English. :-/
Untuk memberikan penilaian, tentu kita harus berdiri di posisi tengah, netral, sehingga kita bisa melihat sisi positif dan sisi negatifnya. Pastilah nanti ada bagian dari diri kita yang terbelah, antara setuju dan tidak setuju mengenai wacana tersebut, dengan pertimbangan pendapat-pendapat kita dan realita yang terjadi di sekitar kita.
Menurutku, mungkin yang menjadikan nila-nilai dan pemahaman Bahasa Indonesia menurun bisa jadi memang karena mereka fokus pada Bahasa Inggris yang memerlukan pemikiran ekstra (seperti kekhawatiran Bapak Wamen Pendidikan). Padahal Bahasa Indonesia pun tidak mudah lho, entah mengenai tata bahasa, dan yang paling sering terjadi kesalahan adalah tentang memahami pokok-pokok bacaan. Atau, bisa jadi juga karena terpengaruh oleh bahasa-bahasa slang atau gaul di sekitar mereka. Sehingga yang didalami bukan kosakata dan aturan Bahasa Indonesia yang benar.
Tapi, penghapusan pelajaran Bahasa Inggris dalam kurikulum SD (rencanaya katanya untuk kelas I - III) juga aku kurang setuju. Karena menurutku, untuk ukuran anak-anak setingkat mereka tetap memerlukan pengenalan terhadap Bahasa Inggris, supaya nantinya tidak terlalu kesulitan kosakata ketika di tingkat yang lebih tinggi dan mempelajari materi yang lebih mendalam. Ingat! Aku garis bawahi kata pengenalan. Jadi, jika hanya sejauh pengenalan, anak-anak tetap bisa lebih banyak difokuskan pada basic Bahasa Indonesia yang benar. Jadi Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia tidak mustahil untuk tetap beriringan.
Andai memang tetap dihapus dari kurikulum dasar, (sekali lagi) menurutku, tetap diperlukan pendidikan Bahasa Inggris, entah dalam Mulok atau Ekstrakurikuler seperti halnya bahasa daerah. Jadi, pemfokusan terhadap pelajaran Bahasa Indonesia tidak terganggu. Tapi tentu saja, itupun memerlukan partisipasi kita sebagai orang tua, kakak, pembimbing, untuk membantu mereka dalam belajar.
Overall, apapun keputusannya nanti, aku harap bisa menjadi keputusan yang bersolusi menang/menang dan tetap bisa menunjang kemajuan pendidikan di Indonesia. :)
By : Ellean "J"
aku dulu kenalan sama Bahasa Inggris itu waktu kelas 1 SMP :D
BalasHapusIMO, kurikulum yg terlalu banyak untuk anak SD itu juga kurang bagus. Jika Bahasa Indonesia saja tidak mudah, apalagi mau ditambah Bahasa Inggris?
Kalau dimasukkan dalam mulok atau ekskul saya setuju.
Ya sama. Aku dulu juga baru mengenal Bahasa Inggris, dan bahkan komputer, waktu aku SMP. :D
BalasHapusTapi nggak sedikit juga temen2ku yg pas masuk SMP udah lumayan Bahasa Inggrisnya. Padahal klo dilihat, kurikulum2 yg dulu kita pelajari, sekarang banyak yg udah jadi bahan oengayaan lho, utk dipelajari di tingkat yg lbh lanjut. :)
Ya apapun keputusannya, aku ttp berharap kebijakan itu demi kemajuan pendidikan kita. ^^